(Sumber foto: jongjava.com)
Sebagai kelompok pencinta dan penyayang kucing, mitos tentang keunikan dan keindahan kucing Madura memang telah lama terdengar. Konon kucing Madura angat angun, memiliki indra keenam serta hanya orang-orang tertentu saja (seperti kyai, pejabat dan tokoh masyarakat) yang dapat memeliharanya. Kucing ini menurut cerita berasal dari pulau Ra’as, yaitu sebuah pulau karang kecil sepanjang 15 km yang terletak di sebelah timur pulau Madura. Konon apabila kucing Madura tersebut dibawa keluar pulau oleh orang yang “tidak berjodoh”, maka perahu yang ditumpanginya akan tenggelam.
Untuk mencapai pulau tersebut terlebih dahulu kita harus menempuh perjalanan kurang lebih satu jam dari kota Sumenep menuju pelabuhan. Perjalanan harus dilanjutkan dengan perahu Madura yang berukuran relatif kecil selama minimal 6 jam dengan catatan cuaca dalam keadaan cukup baik. Sebelum mencapai Pulau Ra’as, perjalanan dengan perahu ini melewati pulau Sapudi yang terkenal dengan Sapi Madura dan Domba Ekor Gemuknya. Seorang guru yang pernah bertugas di pulau Ra’as menceritakan bahwa dia pernah menghabiskan waktu selama 12 jam untuk mencapai pulau tersebut, akibat cuaca buruk. Masalah mabuk katanya lebih lanjut, tidak usah diceritakan lagi.
Cerita dan mitos yang beredar di masyarakat seputar kucing Madura tersebut membuat kami semakin penasaran. Dalam benak kami, apabila memang kucing Madura ini berpotensi untuk dimurnikan sehingga menjadi ras tersendiri, maka tentunya kucing ini dapat dijadikan kebanggaan nasional. Pulau Madura tidak saja terkenal dengan sapi Maduranya, akan tetapi juga akan terkenal dengan kucing Maduranya yang sangat unik. Setelah tertunda sekian lama, kami memulai perburuan kami untuk mencari kucing Madura ini.
Sebelum berangkat, kami telah memutuskan target-target wilayah perburuan kami, yaitu meliputi kota Pemekasan, Sumenep dan Pulau Ra’as. Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan akibat suhu udara yang panas dan kering di pulau Madura, menjelang magrib kami sampai di kota Pemekasan. Di kota tersebut tercatat ada satu target perburuan, yaitu di rumah penduduk yang memiliki satu kucing Madura. Menurut cerita yang kami dapat sebelumnya, walaupun sudah diperlihara kucing ini masih tergolong liar. Kucing ini hanya mau dipegang oleh pemiliknya, karena dalam kesehariannya kucing ini bebas berkeliaran. Di rumah tersebut kami menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk menunggu kucing tersebut pulang ke rumah. Setelah hampir putus asa karena setelah dicari kami tidak juga dapat menemukan keberadaan kucing tersebut, dengan tiba-tiba kucing yang dimaksud melintas di depan kami dengan elegannya. Ciri yang paling menonjol dari kucing Madura ini adalah kemiripan bentuk muka dan postur tubuhnya dengan leopard dan kucing hutan. Bentuk mukanya agak persegi di bagian atas dan agak lancip di bagian dagunya. Bentuk telinganya tajam dan agak mencuat ke atas. Warna bulunya abu-abu kebiruan polos (catatan: warna seperti ini oleh penduduk setempat disebut dengan warna “Buso”, sehingga kucing ini sering disebut dengan kucing Buso) dengan ukuran tubuh yang lebih besar dari kucing kampung pada umumnya. Panjang ekornya tergolong medium dengan ciri khas bengkok pada ujungnya. Melihat ciri yang paling menonjol, yaitu warna, bentuk muka dan ekornya, kami semakin bersemangat, sebab ciri-ciri tersebut menandakan bahwa kucing Madura lebih dekat kekerabatannya dengan kucing liar jika dibandingkan dengan kucing kampung. Sayangnya, kami tidak dapat menangkapnya, karena kucing ini hilang bak ditelan kegelapan malam. Kekecewaan kami sedikit terobati dengan diberikannya photo kucing tersebut oleh pemiliknya kepada kami.
(Sumber foto: jongjava.com)
Perjalanan kami lanjutkan menuju Sumenep, untuk mengatur rencana keberangkatan keesok harinya ke Pulau Ra’as. Sesampainya di Sumenep, kami langsung menghubungi beberapa narasumber termasuk didalamnya tokoh masyarakat dan pejabat setempat untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya populasi kucing Madura di pulau Ra’as. Setelah mengumpulkan berbagi informasi, kami mendapat kesimpulan bahwa jumlah kucing madura di pulau Ra’as sangat sedikit (diperkirakan tidak lebih dari 100 ekor termasuk yang liar) alias sudah langka. Kelangkaan ini disebabkan karena banyak kucing Madura ini di bawa keluar pulau. Disamping itu, berdasarkan data yang ada ternyata tingkat kematian kucing ini cukup tinggi baik jika berada di Pulau Ra’as atau di luar pulau. Setelah melalui berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk membatalkan rencana semula untuk mengunjungi pulau Ra’as, karena kami tidak mendapat kepastian berapa jumlah kucing Madura yang akan dapat kami jumpai di pulau tersebut. Rencana kami ganti dengan berburu kucing tersbut di Sumenep saja, sebab menurut berbagai sumber di Sumenep masih banyak orang yang memelihara kucing tersebut.
Menjelang tengah malam, kami mendapatkan informasi bahwa di salah satu pesantren dipelihara beberapa kucing Madura. Tanpa membuang waktu kami berkunjung ke pesantren tersebut dan berhasil menemukan dua kucing Madura yang berwarna Buso dengan ciri-ciri hampir sama dengan kucing yang kami temui di Pemekasan. Mungkin karena sudah tengah malam, kami sangat beruntung mendapat kesempatan untuk memegang salah satu dari kucing tersebut untuk melakukan pengamatan secara seksama. Disamping ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, kucing Buso ini memiliki tekstur bulu yang lebih tebal jika dibandingkan dengan kucing kampung. Dari pimpinan pondok pesantren ini kami lagi-lagi mendapat informasi bahwa mortalitas kucing ini cukup tinggi. Dulu katanya pensantren ini memiliki banyak kucing Madura. Disamping yang berwarna Buso, ada pola warna lain, yaitu dalam bahasa setempat disebut warna Kecubung. Pola warna seperti ini dalam dunia perkucingan disebut dengan pola warna kucing Birma. Tubuh kucing ini berwarna coklat susu di sebagian besar tubuhnya dengan warna yang lebih coklat pada ujung telinga, ujung hidung, ujung kaki dan ujung ekornya.
Keesokan harinya perburuan kami lanjutkan lebih intensif lagi. Dari hasil perburuan kami mendapatkan beberapa ekor kucing Madura berwarna Buso dan berwarna kecubung. Sayangnya kucing Madura yang berwarna kecubung ini bentuk mukanya lebih mengarah ke bentuk muka kucing kampung, yaitu lebih oval. Lagi-lagi kami mendapatkan fakta di lapangan bahwa banyak dari kucing-kucing ini telah mati tanpa sebab yang jelas dan sebagian besar kucing jantan yang dibawa keluar dari Pulau Ra’as telah dikebiri.
Dari hasil perburuan ini kami mendapatkan fakta bahwa kucing Madura ini memiliki variasi genetic yang masih tinggi dan tergolong langka. Apabila tidak diambil langkah-langkah pelestarian, maka dapat dipastikan kucing ini akan segera punah Ditinjau dari ilmu genetika, warna Buso (abu kebiruan) dan warna kecubung tergolong warna resesif yang jarang muncul. Warna kecubung ini diakibatkan oleh gen cb yang berpasangan dalam keadaan homosigot. Kucing berwarna kecubung ini biasanya memiliki warna mata biru Warna abu kebiruan muncul akibat adanya gen d (dilusi yang bersifat resesif). Jika gen ini dalam keadaan honosigot, maka gen ini mampu mendulusi warna hitam menjadi warna abu kebiruan.
Dengan melihat kenyataan di lapangan bahwa pada umumnya hanya dua warna ini yang ditemukan, diduga tingkat perkawinan keluarga sangat tinggi, sehingga kemungkinan banyak gen-gen resesif dan juga gen lethal yang terkespresi pada kucing Madura ini. Disamping itu melihat keragaman penampilan kucing ini yang cukup tinggi, diduga telah terjadi persilangan antara kucing Madura asli dengan kucing kampung. Hal inilah yang menjadi dasar dugaan kami bahwa, tingginya angka kematian pada anak kucing Madura ini akibat gen lethal. Bentuk ekor yang bengkok diujungnya (dalam dunia perkucingan disebut dengan “kinky tail”) menguatkan dugaan kami bahwa kucing Madura ini memang kucing Asia. Sebab berdasarkan hasil penelitian, gen yang menyebabkan terjadinya pembengkokan ekor ini hanya tersebar di wilayah Asia, sedangkan di Eropa bentuk ekor seperti ini telah lama dieliminasi dari populasi karena tergolong dalam kategori cacat.
Tidak pelak lagi, kucing madura dengan warna umum Buso dan Kecubung memiliki ciri khas dan daya tarik tersendiri. Apabila pelestariannya dirancang secara serius, maka bukan tidak mungkin kucing ini dapat didaftarkan sebagai salah satu ras exotic baru yang sangat unik. Sifat kepemilikan kucing Madura yang masih menghubungkannya dengan mitos dan status Social akan sangat membantu usaha pelestarian dan pemurnian Kucing Madura. Konsep pelestarian kucing Madura ini harus diselaraskan dengan budaya setempat dan dilakukan di pulau Madura dan pulau Ra’as (konservasi in situ).
Berdasarkan diskusi lebih lanjut dengan Lasley Morgan (Australia) dan sobatnya di Inggris, diduga bahwa yang dapat dikatakan sebagi kucing madura adalah yang berwarna Buso dan kemungkinan besar merupakan keturunan kucing Korat yang berasal dari Thailand. Pertanyaannya sekarang adalah jika benar demikian bagaimana sejarahnya kucing ini sampai terdampar di pulau Raas? Kapan? Apakah populasi yang ada di pulau Raas sudah menjadi sub populasi tersendiri yang berbeda dengan kucing Korat? Untuk menjawab semua pertanyaan ini tampaknya penelitian pengujian DNA perlu dilakukan untuk memastikan berbagai dugaan ini.
Sudah lama sekali kita mengidam-idamkan munculnya ras kucing asli Indonesia yang diakui secara internasional. Akankah kucing Madura menyandang kehormatan ini sebagai salah satu ras khusus yang dipertandingkan di tingkat internasional keindahannya ? Kami sangat yakin bahwa dengan usaha sangat keras, cita-cita ini dapat segera terwujud.
**Seperti ditulis Ronny Rachman Noor, Guru Besar Pemuliaan dan Genetika , Fakultas Peternakan IPB di www.kittenspark.com
Menjelang tengah malam, kami mendapatkan informasi bahwa di salah satu pesantren dipelihara beberapa kucing Madura. Tanpa membuang waktu kami berkunjung ke pesantren tersebut dan berhasil menemukan dua kucing Madura yang berwarna Buso dengan ciri-ciri hampir sama dengan kucing yang kami temui di Pemekasan. Mungkin karena sudah tengah malam, kami sangat beruntung mendapat kesempatan untuk memegang salah satu dari kucing tersebut untuk melakukan pengamatan secara seksama. Disamping ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, kucing Buso ini memiliki tekstur bulu yang lebih tebal jika dibandingkan dengan kucing kampung. Dari pimpinan pondok pesantren ini kami lagi-lagi mendapat informasi bahwa mortalitas kucing ini cukup tinggi. Dulu katanya pensantren ini memiliki banyak kucing Madura. Disamping yang berwarna Buso, ada pola warna lain, yaitu dalam bahasa setempat disebut warna Kecubung. Pola warna seperti ini dalam dunia perkucingan disebut dengan pola warna kucing Birma. Tubuh kucing ini berwarna coklat susu di sebagian besar tubuhnya dengan warna yang lebih coklat pada ujung telinga, ujung hidung, ujung kaki dan ujung ekornya.
Keesokan harinya perburuan kami lanjutkan lebih intensif lagi. Dari hasil perburuan kami mendapatkan beberapa ekor kucing Madura berwarna Buso dan berwarna kecubung. Sayangnya kucing Madura yang berwarna kecubung ini bentuk mukanya lebih mengarah ke bentuk muka kucing kampung, yaitu lebih oval. Lagi-lagi kami mendapatkan fakta di lapangan bahwa banyak dari kucing-kucing ini telah mati tanpa sebab yang jelas dan sebagian besar kucing jantan yang dibawa keluar dari Pulau Ra’as telah dikebiri.
Dari hasil perburuan ini kami mendapatkan fakta bahwa kucing Madura ini memiliki variasi genetic yang masih tinggi dan tergolong langka. Apabila tidak diambil langkah-langkah pelestarian, maka dapat dipastikan kucing ini akan segera punah Ditinjau dari ilmu genetika, warna Buso (abu kebiruan) dan warna kecubung tergolong warna resesif yang jarang muncul. Warna kecubung ini diakibatkan oleh gen cb yang berpasangan dalam keadaan homosigot. Kucing berwarna kecubung ini biasanya memiliki warna mata biru Warna abu kebiruan muncul akibat adanya gen d (dilusi yang bersifat resesif). Jika gen ini dalam keadaan honosigot, maka gen ini mampu mendulusi warna hitam menjadi warna abu kebiruan.
Dengan melihat kenyataan di lapangan bahwa pada umumnya hanya dua warna ini yang ditemukan, diduga tingkat perkawinan keluarga sangat tinggi, sehingga kemungkinan banyak gen-gen resesif dan juga gen lethal yang terkespresi pada kucing Madura ini. Disamping itu melihat keragaman penampilan kucing ini yang cukup tinggi, diduga telah terjadi persilangan antara kucing Madura asli dengan kucing kampung. Hal inilah yang menjadi dasar dugaan kami bahwa, tingginya angka kematian pada anak kucing Madura ini akibat gen lethal. Bentuk ekor yang bengkok diujungnya (dalam dunia perkucingan disebut dengan “kinky tail”) menguatkan dugaan kami bahwa kucing Madura ini memang kucing Asia. Sebab berdasarkan hasil penelitian, gen yang menyebabkan terjadinya pembengkokan ekor ini hanya tersebar di wilayah Asia, sedangkan di Eropa bentuk ekor seperti ini telah lama dieliminasi dari populasi karena tergolong dalam kategori cacat.
Tidak pelak lagi, kucing madura dengan warna umum Buso dan Kecubung memiliki ciri khas dan daya tarik tersendiri. Apabila pelestariannya dirancang secara serius, maka bukan tidak mungkin kucing ini dapat didaftarkan sebagai salah satu ras exotic baru yang sangat unik. Sifat kepemilikan kucing Madura yang masih menghubungkannya dengan mitos dan status Social akan sangat membantu usaha pelestarian dan pemurnian Kucing Madura. Konsep pelestarian kucing Madura ini harus diselaraskan dengan budaya setempat dan dilakukan di pulau Madura dan pulau Ra’as (konservasi in situ).
Berdasarkan diskusi lebih lanjut dengan Lasley Morgan (Australia) dan sobatnya di Inggris, diduga bahwa yang dapat dikatakan sebagi kucing madura adalah yang berwarna Buso dan kemungkinan besar merupakan keturunan kucing Korat yang berasal dari Thailand. Pertanyaannya sekarang adalah jika benar demikian bagaimana sejarahnya kucing ini sampai terdampar di pulau Raas? Kapan? Apakah populasi yang ada di pulau Raas sudah menjadi sub populasi tersendiri yang berbeda dengan kucing Korat? Untuk menjawab semua pertanyaan ini tampaknya penelitian pengujian DNA perlu dilakukan untuk memastikan berbagai dugaan ini.
Sudah lama sekali kita mengidam-idamkan munculnya ras kucing asli Indonesia yang diakui secara internasional. Akankah kucing Madura menyandang kehormatan ini sebagai salah satu ras khusus yang dipertandingkan di tingkat internasional keindahannya ? Kami sangat yakin bahwa dengan usaha sangat keras, cita-cita ini dapat segera terwujud.
**Seperti ditulis Ronny Rachman Noor, Guru Besar Pemuliaan dan Genetika , Fakultas Peternakan IPB di www.kittenspark.com
(Sumber: jongjava.com)
0 comments:
Post a Comment